🐂 Khutbah Jumat Tentang Hakikat Hidup
SeriKhutbah Jum'at Ikatan Da'i Indonesia (IKADI) Wilayah DIY. Edisi 19, Jum'at 6 Mei 2016 Dalam Al-Qur'an tidak kurang dari 82 kali ayat-ayat yang menjelaskan tentang zakat yang selalu dikaitkan dengan perintah shalat. sehingga yang lemah dapat hidup dengan layak. Menurut al-Qur'an, orang yang tidak menyantuni kaum yang lemah
NAKklEU.
Materi khutbah Jumat kali ini memaparkan tentang hakikat zakat sebagai wujud totalitas kecintaan kita kepada Allah swt. Zakat juga memiliki esensi makna sebagai ikhtiar untuk membersihkan diri dari berbagai sifat negatif khususnya sifat kikir atau pelit. Selain itu, zakat juga adalah wujud syukur atas nikmat yang telah dikaruniakan kepada kita. Teks khutbah Jumat berikut ini berjudul " Khutbah Jumat Tiga Hakikat dalam Ibadah Zakat". Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini pada tampilan desktop. Semoga bermanfaat! Redaksi Khutbah I الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، اَشْهَدُاَنْ لاَاِلهَ اِلاَّ الله وَحْدَه لاَشَرِيْكَ لَهُ المَلِكُ اْلحَقُّ اْلمُبِيْن. وَاَشْهَدُاَنَ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. اَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ. صَدَقَ الله العَظِيْم. Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah, Alhamdulillahirabbilalamin, menjadi kalimat yang sudah sepatutnya kita ucapkan pada keseharian hidup kita, khususnya kita ungkapkan pada kesempatan kali ini, sebagai wujud syukur atas karunia nikmat Allah swt yang tiada tara. Kita harus menjadi hamba yang tahu diri dan tidak melupakan hakikat dari diciptakannya kita ke dunia ini. Semua ini tiada lain hanya untuk beribadah kepada Allah swt. Dan syukur menjadi bagian dari ibadah itu sendiri. Pada Jumat kali ini mari kita juga terus mengencangkan dan menguatkan iman dan takwa kita kepada Allah swt dengan meyakini bahwa Allah lah yang paling berkuasa atas hidup dan kehidupan kita di dunia. Mari berjuang sekuat tenaga untuk menjalankan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Mudah-mudahan kita termasuk golongan orang yang bersyukur, beriman dan bertakwa sehingga kita akan menjadi orang yang mulia di sisi Allah swt. Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah, Pada kesempatan Jumat kali ini, khatib mengajak kita semua untuk merenungi makna dan hakikat dari ibadah zakat yang pada bulan Ramadhan, khususnya di akhir bulan suci ini, senantiasa menjadi bahan diskusi, kajian, dan materi perbincangan hangat umat Islam. Selain mempelajari definisi dan pernak pernik pengamalan rukun Islam yang ketiga ini, sepatutnya kita juga mengetahui hakikat ibadah zakat yang kita lakukan. Hal ini agar kita tahu dan sadar bahwa hakikat beribadah adalah bukan hanya sekadar menggugurkan kewajiban, namun semua itu merupakan sebuah kebutuhan yang akan membawa dampak positif bagi kehidupan kita. Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah, Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nur ayat 56 وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ Artinya, “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.” Dalam ayat ini, jelas disebutkan bahwa ibadah zakat merupakan sebuah perintah. Sebagai makhluk dan hambanya, perintah yang diberikan Allah kepada kita menunjukkan sebuah kewajiban yang wajib dipatuhi dan dikerjakan. Jika menjalankan shalat adalah kewajiban yang memiliki dimensi vertikal yakni sebuah kepatuhan untuk memenuhi hak Allah swt dengan menyembah-Nya, maka kewajiban zakat memiliki dua dimensi ibadah. Selain dimensi vertikal sebagai kewajiban kepada Allah, zakat juga memiliki dimensi horizontal dalam bentuk memberikan harta yang dimiliki karena di dalamnya terdapat hak-hak orang lain. Dalam menunaikannya, zakat juga bukan hanya sekadar memberikan bagian harta dan setelah itu selesai kewajiban kita. Namun di situ terdapat aturan dalam pengeluarannya dan sudah ditentukan besaran harta yang harus dikeluarkan. Ini lah kemudian yang menjadikan zakat disebut masuk dalam kategori ibadah maliyyah ibadah kehartaan. Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah, Dalam kitab Ihya Ulumiddin, Imam al-Ghazali menjelaskan tiga hakikat makna dan tujuan dari kewajiban berzakat. Pertama, mengeluarkan zakat mampu menjadi wujud totalitas kecintaan kita kepada Allah swt. Totalitas dalam mencintai akan memunculkan komitmen kuat untuk tidak akan menduakan yang kita cintai. Keterkaitan dengan ke-Esa-an Allah, maka zakat akan semakin menyempurnakan keimanan kita untuk tidak akan menduakan Allah dan menguatkan bahwa Dia lah satu-satunya yak berhak untuk disembah. قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ اَللّٰهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ Artinya "Katakanlah Muhammad, “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia." QS Al-Ikhlas 1-4 Imam al-Ghazali menyebutkan bahwa semakin tinggi derajat manusia di sisi Allah maka akan semakin besar rasa cinta kepada Allah. Ketika cinta sudah kuat, maka ia akan rela untuk memberikan apa yang dicintainya untuk jalan menuju Allah swt. Termasuk harta yang merupakan materi paling digandrungi dan dicintai oleh manusia ketika hidup di dunia. Sehingga esensi dari zakat adalah melepaskan hal yang dicintai untuk mengukuhkan ketauhidan kepada Allah swt. Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah, Hakikat zakat kedua menurut Imam al-Ghazali adalah sebagai ikhtiar untuk membersihkan diri dari berbagai sifat negatif khususnya sifat kikir atau pelit. Sifat buruk ini bisa diobati dengan membiasakan diri membantu orang lain dengan harta yang kita miliki, khususnya melalui zakat. Imam al-Ghazali pun menarasikannya dengan kalimat “Kecintaan terhadap sesuatu, hanya bisa diobati dengan cara memaksa untuk berpisah darinya, sampai menjadi sebuah kebiasaan.” Kita juga sebenarnya tak perlu khawatir jika ketika memberikan harta kepada orang lain kemudian harta kita akan berkurang. Pada hakikatnya, orang yang memberikan hartanya untuk hal-hal yang diperintahkan oleh Allah akan dilipat gandakan lebih dari yang ia berikan. Allah berfirman مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ Artinya “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.” Ketiga, zakat yang kita keluarkan pada hakikatnya adalah sebagai wujud syukur atas nikmat dari Allah swt. Perlu kita sadari bahwa Allah telah memberikan kita nikmat anggota badan yang harus kita syukuri dengan wujud ibadah badaniyyah, seperti shalat dan ibadah sejenisnya. Selain itu juga Allah telah memberikan nikmat memiliki harta benda yang cara mensyukuri adalah dengan ibadah maliyyah yakni dengan mengeluarkan zakat, infak, atau sedekah. Lebih dari itu, Imam al-Ghazali pun menyebut bahwa zakat juga bukan sebatas bentuk syukur. Tetapi juga wujud kepedulian dan kasih sayang terhadap orang lain khususnya yang membutuhkan uluran tangan kita. Dengan kepedulian ini, kita kemudian akan bisa menjadi jiwa-jiwa yang bisa memberi manfaat pada orang lain. Rasulullah bersabda خَيْرُ الناسِ أَنفَعُهُم لِلنَّاسِ Artinya “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” HR Imam Thabrani Tiga hakikat zakat menurut Imam al-Ghazali ini, cukup kiranya mampu mendewasakan cara kita dalam berzakat. Mari niati berzakat bukan sebatas menggugurkan kewajiban namun lebih dari itu, zakat yang kita tunaikan harus mampu mewujdukan nilai-nilai luhur yang perlu ditanamkan dalam dalam diri kita. Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah, Dari tiga hakikat berzakat ini kita berharap bisa lebih meresapi ibadah zakat yang kita tunaikan sehingga manisnya ibadah yang kita lakukan akan lebih terasa. Ketika nikmat ibadah bisa kita rasakan, maka otomatis akan semakin menambah rasa kerinduan untuk terus melakukannya. Ibadah dan aktivititas apapun yang dilakukan bukan atas dasar keterpaksaan, pasti akan maksimal hasilnya. Sebaliknya, ibadah atau pekerjaan yang dilakukan atas dasar keterpaksaan dan sebatas menggugurkan kewajiban saja maka akan jauh dari hasil yang diharapkan. Semoga kita bisa menjadi insan yang ikhlas dalam menjalankan perintah-perintah Allah dan masuk ke dalam golongan orang-orang yang dicintai-Nya. بارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ Khutbah II اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْاِيْمَانِ وَالْاِسْلَامِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ. وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَامِ أَمَّا بَعْدُ. فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى اِنَّ اللهَ وَ مَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فْي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللّٰهُمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ. وَعَنْ اَصْحَابِ نَبِيِّكَ اَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِبْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَ تَابِعِهِمْ اِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْنَ وَالْاَمْرَاضَ وَالْفِتَنَ مَا لَا يَدْفَعُهُ غَيْرُكَ عَنْ بَلَدِنَا هٰذَا اِنْدُوْنِيْسِيَّا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِي الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ عِبَادَ اللهِ اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ. يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَ اشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ H Muhammad Faizin, Sekretaris PCNU Kabupaten Pringsewu, Lampung
KHUTBAH 1 الحَمْدُ للهِ الّذِي لَهُ مَا فِي السمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ وَلَهُ الحَمْدُ فِي الآخرَة الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وهو الرّحِيم الغَفُوْر. . أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ الهَادِيْنَ لِلصَّوَابِ وَعَلَى التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ اْلمَآبِ اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ Jamaah shalat jum’at rahimakumullah, Waktu adalah sebuah anugerah. Manusia menerima kesempatan di dunia untuk mencapai tujuan-tujuan akhirat. Sebagaimana Islam ajarkan bahwa kehidupan dunia adalah ladang yang mesti digarap serius untuk masa panen di akhirat kelak. Karena itu sifat waktu dunia adalah sementara, sedangkan sifat waktu di akhirat adalah kekal abadi. Islam mengutamakan kehidupan akhirat di atas kehidupan dunia. Dua kehidupan tersebut dikontraskan sebagai dua jenis waktu yang sejati dan tidak sejati. Al-Qur’an melukiskan kehidupan dunia dengan istilah “tempat permainan” belaka. وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ Artinya “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” QS al-Ankabut 64 Kalimat “kehidupan dunia ini merupakan senda gurau dan main-main” bukan berarti kita dianjurkan untuk berbuat seenaknya di dunia ini layaknya sebuah permainan. Redaksi tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa kehidupan dunia ini tidak sejati, tidak kekal, dan penuh dengan tipuan. Karena itu, maknanya justru seseorang harus lebih banyak mencurahkan perhatian kepada kehidupan akhirat. Lantas apa yang harus dilakukan agar kesempatan hidup di dunia berkualitas? Al-Qur’an telah memberikan garis bahwa tujuan diciptakannya manusia adalah untuk mengabdi secara total kepada Allah. وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ Artinya “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” QS Adz-Dzariyat 56 Allah tidak menciptakan jin dan manusia untuk suatu manfaat yang kembali kepada Allah. Mereka diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Dan ibadah itu sangat bermanfaat untuk diri mereka sendiri. Pengertian ibadah itu pun sangat luas, tak sekadar ritual kepada Allah seperti shalat, puasa, haji, atau sejenisnya melainkan meliputi pula kebaikan-kebaikan yang membawa kemaslahatan bagi orang lain. Memanfaatkan umur di dunia ini menjadi sangat penting karena waktu terus berjalan, dan tak akan bisa terulang kembali. Manusia dituntut untuk memaksimalkan waktu atau kesempatan yang diberikan untuk perbuatan-perbuatan bermutu, sehingga tak menyesal di kehidupan kelak. Orang-orang yang menyesal di akhirat digambarkan oleh Al-Qur’an merengek-rengek minta kembali agar bisa memperbaiki perilakunya. حَتَّىٰ إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ ، لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّا ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا ۖ وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ Artinya “Demikianlah keadaan orang-orang yang durhaka itu hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata “Ya Tuhanku kembalikanlah aku ke dunia, agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan.” QS Al-Mu’minun 99-100 Jamaah shalat jum’at rahimakumullah, Imam Al-Ghazali mengatakan, ketika seseorang disibukkan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat dalam kehidupannya di dunia, maka sesungguhnya ia sedang menghampiri suatu kerugian yang besar. Sebagaimana yang ia nyatakan—dengan mengutip hadits—dalam kitab Ayyuhal Walad عَلاَمَةُ اِعْرَاضِ اللهِ تَعَالَى عَنِ الْعَبْدِ، اشْتِغَالُهُ بِمَا لاَ يَعْنِيهِ، وَ اَنﱠ امْرَأً ذَهَبَتْ سَاعَةٌ مَنْ عُمُرِهِ، في غَيرِ مَا خُلِقَ لَهُ مِنَ الْعِبَادَةِ، لَجَدِيرٌ اَنْ تَطُولَ عَلَيْهِ حَسْرَتُهُ Artinya “Pertanda bahwa Allah ta’ala sedang berpaling dari hamba adalah disibukkannya hamba tersebut dengan hal-hal yang tak berfaedah. Dan satu saat saja yang seseorang menghabiskannya tanpa ibadah, maka sudah pantas ia menerima kerugian berkepanjangan.” Dari penjelasan ini, kita patut memikirkan ulang tentang hakikat perayaan tahun baru. Momen tahunan ini seyogianya disikapi secara wajar dan tepat. Kebahagiaan terhadap tahun baru semestinya diarahkan kepada rasa syukur terhadap masih tersisanya usia, bukan uforia kebanggaan atas tahun baru itu sendiri. Sisa usia itu merupakan kesempatan untuk menambal kekurangan, memperbaiki yang belum sempurna, dari perilaku hidup kita di dunia. Tahun baru lebih tepat menjadi momen muhasabah introspeksi dan ishlah perbaikan. Sebuah kata-kata Syekh Ahmad ibn Atha’illah as-Sakandari dalam al-Hikam ini patut menjadi renungan رُبَّ عُمُرٍ اتَّسَعَتْ آمادُهُ وَقَلَّتْ أمْدادُهُ، وَرُبَّ عُمُرٍ قَليلَةٌ آمادُهُ كَثيرَةٌ أمْدادُهُ. “Kadang umur berlangsung panjang namun manfaat kurang. Kadang pula umur berlangsung pendek namun manfaat melimpah.” Semoga kita menjadi pribadi yang orang-orang yang mampu menunaikan sisa usia kita dengan sebijak-bijaknya, dan terhindar dari perbuatan dan perkataan yang sia-sia. Amiin. Wallahu a’lam bisshawâb. باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْ KHUTBAH 2 اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا مَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ [] SUMBER
khutbah jumat tentang hakikat hidup